Perjamuan Tanpa Keakraban | Baca: Lukas 24:27-35 Ayat Mas: Lukas 24:30,31 Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 22-23; Titus 1 |
Dua orang anggota majelis gereja bertengkar dalam rapat. Benih permusuhan muncul. Ketua majelis prihatin. Seminggu kemudian keduanya diundang makan malam di rumahnya. Suasana santai tercipta saat makan bersama. Masing-masing bisa mencurahkan isi hati. Perjamuan itu menghasilkan keterbukaan. Keduanya jadi saling memahami dan mengampuni. Ternyata “diplomasi makan bersama” sangat ampuh untuk mengakrabkan. Di meja makan, yang satu bisa memandang yang lain sebagai saudara, bukan hanya sebagai pejabat gereja. Sesudah Yesus bangkit, Dia menemui dua murid-Nya di jalan menuju Emaus, namun Dia malah dianggap “orang asing’ (ayat 18). Untuk memperkenalkan diri-Nya, Yesus mula-mula menjelaskan Kitab Suci, sehingga hati kedua murid itu berkobar-kobar (ayat 32). Kemudian, Dia mengadakan Perjamuan Kudus! “Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka.” Sama seperti yang Dia buat pada perjamuan terakhir (bandingkan dengan Lukas 22:19). Hasilnya? Perjamuan itu mengakrabkan. Dalam suasana makan bersama, muncul pengenalan pribadi. Mata kedua murid pun terbuka dan mereka mengenal Dia (ayat 31). Perjamuan Kudus adalah peristiwa luar biasa. Bayangkan, Raja Semesta mau mengundang orang berdosa seperti kita, untuk makan semeja dengan-Nya. Yang jauh menjadi dekat. Dalam perjamuan, roti dan air anggur—lambang tubuh dan darah-Nya—menyatu di tubuh kita. Betapa akrabnya kita dengan Dia! Maka, sambutlah setiap Perjamuan Kudus sebagai momen untuk menjalin keakraban dengan Tuhan, bukan sekadar kebiasaan BISA IKUT DALAM PERJAMUAN ADALAH SEBUAH KEHORMATAN JANGAN MENGANGGAPNYA SEKEDAR RITUAL KEAGAMAAN | |
Penulis: Juswantori Ichwan |
Jumat, 26 November 2010
31 November 2010
30 November 2010
Jayagiri | Baca: Roma 8:18-25 Ayat Mas: Roma 8:18 Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 20-21; 2 Timotius 4 |
Di Lembang, Jawa Barat, ada satu hutan wisata pinus, bernama Jayagiri. Kalau kita menyusuri hutan itu dengan berjalan kaki, maka kita akan sampai ke kawasan gunung Tangkuban Perahu. Dulu semasa tinggal di Bandung, saya pernah beberapa kali pergi ke sana. Di awal perjalanan, rasanya sangat melelahkan. Sebab jalannya menanjak dan belum terlalu banyak pemandangan yang bisa dinikmati. Akan tetapi, jika kita sudah sampai di tengah hutan, perjalanan berubah mengasyikkan. Rasa lelah pun dapat dilupakan karena terobati oleh pemandangan yang indah dan kesegaran udara yang sejuk. Itu jugalah gambaran perjalanan hidup kristiani. Hidup dalam iman kristiani memang tidak selalu mudah. Terkadang kita harus melewati jalan yang sulit; mungkin berupa kebencian dari orang-orang yang menentang kekristenan, atau aniaya, atau godaan yang bisa menggoyahkan iman. Paulus bahkan menyadari bahwa mempertahankan iman dapat mendatangkan penderitaan. Akan tetapi, penderitaan itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan kemuliaan yang disediakan bagi kita kelak. Itulah penghiburannya. Sebenarnya godaan yang paling besar tatkala kita lelah adalah sikap bersungut-sungut. Dari situ kita akan sangat tergoda untuk berhenti saja mempertahankan iman. Bisa jadi karena kita harus menghadapi tekanan dan ungkapan kebencian atas iman kita. Atau, karena penghayatan iman kita disalahmengerti oleh orang lain. Apabila kita sedang mengalami hal-hal demikian, kita harus meneguhkan hati untuk setia, sebab tidak selamanya kita akan mengalami hal-hal itu. Suatu hari kelak, dunia dan segala perilakunya akan berlalu. Dan bagi yang setia, kemuliaan besar sudah tersedia JANGAN BERHENTI MEMPERTAHANKAN IMAN ANDA KARENA MAHKOTA KEMULIAAN MENANTI DI AKHIR PERJALANAN | |
Penulis: Riand Yovindra |
29 November 2010
Akibat Salah Bergaul | Baca: 1 Raja-raja 12:3-11 Ayat Mas: Amsal 13:20 Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 18-19; 2 Timotius 3 |
Berbagai penelitian mengungkap bahwa pengaruh teman terhadap pengambilan keputusan dan perilaku seseorang sangat besar. Hasil penelitian Profesor Dadang Hawari, misalnya, menyatakan bahwa 81,3% pengguna narkotika didorong oleh pengaruh teman. Komnas Perlindungan Anak juga mencatat pengaruh teman sebagai salah satu pendorong utama anak-anak terjerumus ke dalam kebiasaan merokok. Di Amerika pernah dilakukan penelitian tentang bagaimana seseorang memutuskan membeli sebuah barang. Hasilnya, pengaruh teman menduduki urutan nomor dua di bawah iklan. Besarnya pengaruh teman tak dapat disangkal. Kedekatan dan keakraban dengan seseorang dapat membuat kita percaya bahkan memercayakan diri, kepadanya. Kita bisa lebih mendengar dan menghargai pendapatnya daripada orang lain, bahkan keluarga. Tak jarang keputusan kita ikut ditentukan oleh teman. Itulah yang dialami oleh Rehabeam, anak Salomo, cucu Daud. Suatu ketika ia harus berhadapan dengan perkara yang pelik (ayat 4). Pertama-tama ia datang kepada para penasihat, para tua-tua yang pernah menjadi pendamping ayahnya (ayat 6,7). Namun, ia kemudian mengabaikan nasihat mereka dan memilih untuk mengikuti nasihat dari teman-teman sebayanya (ayat 8). Akibatnya pun sangat fatal: rakyat memberontak terhadap Dinasti Daud. Siapa teman-teman dekat kita akan turut mengasah pemikiran dan batin kita, bahkan juga membentuk kebiasaan-kebiasaan dan karakter kita. Tidak jarang teman-teman dekat kita itu juga turut memengaruhi keberhasilan dan kegagalan kita, bahagia dan derita kita. Maka, baiklah kita berhati-hati memilih teman-teman dekat. PILIHLAH DAN JADILAH TEMAN YANG BIJAK AGAR DARI SETIAP HIDUP DIHASILKAN BUAH BERKAT YANG BANYAK | |
Penulis: Ayub Yahya |
28 November 2010
Budak | Baca: Lukas 17:7-10 Ayat Mas: Lukas 17:10 Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 15-17; 2 Timotius 2 |
Menurut Wikipedia, perbudakan adalah sebuah sistem di mana manusia menjadi hak milik orang lain. Dan sejak mereka dibeli atau ditebus oleh seseorang, maka budak itu tidak lagi punya hak atas dirinya sendiri. Ia harus mengabdi penuh pada tuannya, sama sekali tak boleh menolak jika disuruh bekerja, apalagi meminta upah—yang berupa pujian sekalipun. Bahkan dalam beberapa budaya, para pemilik budak dilegalkan untuk membunuh budak yang hak hidupnya ada di tangan mereka. Di Alkitab kita juga mengenal istilah “hamba” sebagai ganti kata “budak”. Dan serupa dengan budak, sesungguhnya hidup kita pun sudah “dibeli lunas” oleh Tuhan dengan sangat mahal—tak terbeli oleh harta apa pun—yakni dengan darah-Nya sendiri (1 Petrus 1:19). Itu berarti hidup kita bukan hak kita sendiri lagi (Galatia 2:20), melainkan hak Tuhan sepenuhnya, yang “membeli” kita. Maka, bukan keinginan dan mau kita yang semestinya kita lakukan selagi singgah di bumi ini, melainkan kemauan dan kerinduan Tuhan Yesus, Pemilik hidup kita. Itu sebabnya, mari kita giat melakukan pekerjaan Tuhan. Kita yang tak punya hak hidup atas diri kita sendiri tak sepatutnya menolak bekerja bagi Dia. Hidup kita—dengan segala talenta yang dipunya—adalah milik Tuhan. Maka, kita harus memakainya untuk memuliakan Dia. Lakukan segala pekerjaan baik dengan setiap talenta kita, sebaik dan semaksimal mungkin. Dan jika kita telah melakukannya, tak perlu kita mengharap pujian atau ucapan terima kasih. Sebab semuanya dari Dia, dilakukan oleh pertolongan-Nya, dan bagi kemuliaan-Nya saja (Roma 11:36). Dan, kita hanya “melakukan apa yang seharusnya kita lakukan” SEBAB HIDUP INI BUKAN HAK KITA LAGI MAKA SEMUA YANG KITA LAKUKAN HANYALAH YANG DIA INGINI | |
Penulis: Agustina Wijayani |
27 November 2010
Menang dalam Penjara | Baca: 2 Korintus 4:16-18 Ayat Mas: 2 Korintus 4:17 Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 12-14; 2 Timotius 1 |
Dalam buku A Day in the Life of Ivan Denisovich, Alexander Solzhenitsyn mengisahkan Ivan yang mengalami berbagai kengerian dalam kamp tahanan di Soviet. Suatu hari, ketika ia berdoa dengan mata terpejam, seorang tahanan lain memperhatikan dan mengejek, “Doa tidak akan membantumu keluar lebih cepat dari tempat ini.” Setelah membuka matanya, Ivan menjawab, “Aku berdoa bukan untuk keluar dari penjara, tetapi aku berdoa agar dapat melakukan kehendak Allah di dalam penjara.” Sikap umum orang dalam menghadapi masalah kemungkinan besar mirip dengan sikap tahanan lain itu terhadap penjara: menganggapnya sebagai sesuatu yang sebaiknya ditinggalkan secepat mungkin. Orang melamunkan kehidupan yang bebas dari masalah. Rasul Paulus juga pernah mengalami pemenjaraan—itu hanya sebagian dari penderitaan yang bertubi-tubi menimpanya. Akan tetapi, ia tidak melihat aneka penderitaan itu sebagai rintangan semata. Ia tidak menjadi kecewa karenanya. Ia menganggap penderitaan itu dipakai Tuhan sebagai alat untuk menguatkan kehidupan rohaninya hari demi hari, meneguhkan iman dan pengharapannya akan kekekalan. Apabila dibandingkan dengan upah kekal tersebut, penderitaan itu dapat dipandang sebagai masalah yang dapat dihadapi dan dilampaui. Kita masing-masing mungkin sedang merasa terpenjara oleh suatu masalah. Dalam keadaan demikian, apakah yang akan kita minta dari Tuhan? Meminta Tuhan membebaskan kita dari masalah itu—habis perkara? Atau, meminta Tuhan agar memakainya untuk menguatkan iman dan pengharapan kita akan kekekalan? PENGHARAPAN AKAN KEKEKALAN MERINGANKAN KITA DALAM MENANGGUNG PENDERITAAN DI DUNIA YANG FANA | |
Penulis: Arie Saptaji |
26 November 2010
Rakus | Baca: Bilangan 11:4-6; 31-35 Ayat Mas: Lukas 11:3 Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 9-11; 1 Timotius 6 |
Sepasang pengantin merayakan pesta pernikahan mereka di sebuah restoran mewah di Taipei. Sebagai bonus, keduanya boleh minum bir dan wine sepuasnya tanpa biaya tambahan. Mumpung gratis, Wu, si pengantin pria, menenggak minuman keras sebanyak-banyaknya. Sepulang dari pesta, wajahnya mendadak pucat. Segera Wu dilarikan ke rumah sakit. Jantungnya tidak tahan menerima asupan alkohol begitu banyak. Malam itu juga ia meninggal. Pada hari pernikahannya. Kerakusan berbahaya. Nafsu rakus muncul saat orang merasa berhak memperoleh lebih. Umat Israel telah diberi Tuhan cukup makanan. Setiap pagi mereka menerima mukjizat. Manna tersedia di depan tenda. Tinggal dipungut dan dimasak. Namun, nafsu rakus membuat mereka tidak puas. Mereka menuntut lebih: minta diberi daging. Tuhan murka, lalu menghukum dengan menuruti kemauan mereka. Dikirimnya burung-burung puyuh. Banyak sekali. Setiap orang mengumpulkan minimal 10 homer. Setara dengan 50 ember besar berisi daging puyuh! Setelah diawetkan dengan cara dikeringkan, daging itu malah jadi makanan beracun yang mematikan. Nafsu rakus muncul bukan cuma dalam soal makan-minum, melainkan juga dalam soal harta, kuasa, seks, pengetahuan, pengaruh, dan lain-lain. Gejalanya: kita merasa tidak puas terhadap berkat Tuhan, lalu menuntut lebih. Lalu segala cara pun kita tempuh. Hati kita berbisik: “Ayo, ambil lebih banyak lagi. Kamu bisa!” Jika nafsu rakus itu akhirnya bisa tersalurkan karena ada kesempatan, jangan buru-buru berkata: “Itu berkat Tuhan!” Bisa jadi itu sebuah hukuman! HUKUMAN TUHAN PALING MENGERIKAN IALAH SAAT DIA MEMBIARKAN ANDA PUNYA SEMUA YANG ANDA INGINKAN | |
Penulis: Juswantori Ichwan |
25 November 2010
Dipojokkan | Baca: Mazmur 56 Ayat Mas: Mazmur 56:12 Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 6-8; 1 Timotius 5 |
Daud pernah mengalami masa-masa yang sulit dalam hidupnya, terutama ketika ia terpaksa hidup dalam pelarian karena dikejar-kejar untuk dibunuh oleh Raja Saul. Ia hidup dalam tekanan, terlunta-lunta dari satu tempat ke tempat yang lain; mulai Nob, Gat, Gua Adulam, hingga Padang Gurun Zif. Ia harus terpisah dari keluarganya; kelelahan dan kelaparan; terancam dan ketakutan. Ia merasa sendirian, dan semua orang seolah-olah bangkit memusuhinya. Mazmur 56 ditulis Daud ketika ia ditangkap oleh orang Filistin di Gat, dan ia sampai terpaksa berpura-pura gila (1 Samuel 21:10-15). Akan tetapi, di tengah ketakutan dan kepahitan hidupnya itu, Daud justru menemukan kebenaran sesungguhnya. Ia tahu bahwa manusia bisa mereka-rekakan sesuatu yang jahat untuknya, memusuhi dan menginginkan kecelakaan dirinya, tetapi ia tidak gentar. Sebab ia tahu persis, dalam perlindungan Allah, ia aman. Saat ini mungkin kita tengah mengalami situasi seperti Daud. Kita dipojokkan oleh rekan sekerja yang bermaksud menjatuhkan kita, diancam oleh orang-orang yang membenci kita, ditinggalkan teman dekat karena kebenaran yang kita perjuangkan. Kita ditentang oleh keluarga dan kerabat sendiri, disalahartikan oleh rekan sepelayanan yang terus mencari-cari kesalahan kita. Jika kita berada dalam posisi begitu, jangan kecil hati ataupun kalut. Perkuat kepercayaan kepada Allah, sehingga seperti Daud kita bisa berkata: “Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?” (ayat 12). Ya, jika Allah di pihak kita, kepada siapa kita perlu takut? ANDALKAN ALLAH, MAKA KITA TIDAK AKAN KECEWA | |
Penulis: Ayub Yahya | |
24 November 2010
Mengajarkan Berulang-ulang | Baca: Ulangan 6:4-9 Ayat Mas: Ulangan 6:6,7 Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 3-5; 1 Timotius 4 |
Suatu kali seorang guru Sekolah Minggu menegur Kevin, murid yang dikenal badung dan suka berbuat iseng di kelasnya. “Kevin, tidak boleh begitu! Tuhan Yesus tidak suka kalau Kevin begitu.” Dengan enteng Kevin menjawab, “Ah biarin, nanti Tuhan Yesusnya saya smack down”. Mendengar pernyataan muridnya tersebut, sang guru mendekat dan menasihatinya. Memang perlu diakui bahwa anak-anak lebih mudah mengikuti teladan tokoh atau acara tertentu di televisi dibandingkan cerita Alkitab, bahkan Tuhan Yesus sendiri. Mengapa? Karena Tuhan Yesus tidak terlihat, sedangkan televisi lebih nyata. Ini wajar karena salah satu pintu belajar seorang anak adalah penglihatan. Jadi, bagaimana caranya agar anak tersebut dapat belajar tentang Allah secara nyata? Orangtualah jawabannya. Orangtua harus mewujudkan dan menunjukkan contoh penerapan dari pengajaran mengenai Allah, dalam kehidupan sehari-hari. Dalam sebuah bukunya, Cornelius Plantinga Jr. mengatakan bahwa anak akan belajar mengenai Allah justru waktu ia melihat orangtuanya berdoa, menyebut nama Allah, menghindari dosa, dan memprioritaskan Allah dalam hidupnya. Kondisi zaman dan kemajuan teknologi memang dapat memberi pengaruh yang positif, tetapi sekaligus mendatangkan peringatan bagi orangtua kristiani. Setiap orangtua harus sungguh-sungguh mencondongkan hati kepada Allah dan hidup takut akan Allah. Supaya pengajaran mengenai Allah dapat ditangkap sepenuhnya oleh anak-anak ketika mereka melihat langsung cara hidup orangtuanya. Itulah artinya mengajarkan tentang Allah secara berulang-ulang kepada anak-anak. ANAK-ANAK AKAN TERTOLONG UNTUK DAPAT MELIHAT TUHAN KETIKA ORANGTUA MELAKUKAN APA YANG ALKITAB AJARKAN | |
Penulis: Riand Yovindra |
23 November 2010
Tali Tambang | Baca: Mazmur 39:5-8 Ayat Mas: Mazmur 39:5 Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 1-2; 1 Timotius 3 |
Suatu pagi, saya mendampingi teman sekampus yang memakamkan ibunya. Sorenya, seorang teman lain menikah. Hidup terkadang memiliki jalan yang begitu unik dalam membelitkan suka dan duka. Satu kali Nobita—sebuah karakter kartun Jepang—meminta pada Doraemon —sahabatnya—agar ia bisa selalu beruntung dalam hidup. Namun, Doraemon mengangkat sebuah tali tambang dan menunjukkan bahwa tali yang kokoh itu terdiri dari dua helai tali yang saling melilit. Dan ia mengibaratkan dua tali itu sebagai kebahagiaan dan kesedihan hidup yang terangkai menjadi satu. Kesedihan akan diganti dengan kegembiraan, sebaliknya kegembiraan juga tidak akan berlangsung terus-menerus karena akan ada kesedihan di depan sana. Hidup tidak bisa menawarkan kepastian pada manusia. Sekokoh dan semapan apa pun kita membangun hidup, semua itu fana dan bisa runtuh dalam sekejap. Dan akhirnya, hal yang paling pasti dalam hidup ini adalah betapa fananya hidup manusia. Pemazmur tampaknya sangat memahami fakta ini. Ketika ia merenungi betapa fananya hidup di dunia, maka ia menyadari betapa banyaknya hal sia-sia yang diributkan manusia (ayat 7). Satu harapan paling kokoh yang kita miliki hanyalah pada Tuhan. Rasa percaya kita kepada-Nya tidak akan pernah sia-sia. Dari titik kesadaran ini, alangkah baiknya jika kita mengurangi perhatian pada hal-hal fana yang kerap dipermasalahkan dengan sesama manusia. Tata ulang prioritas hidup kita. Dan biarlah kita semakin giat melakukan hal-hal penting yang akan mempersiapkan kita menjelang kehidupan kekal yang tak mengenal kefanaan TUHANLAH SATU-SATUNYA YANG BISA KITA PERCAYA DI TENGAH KETIDAKPASTIAN HIDUP | |
Penulis: Olivia Elena |
22 November 2010
Melayani Hamba Tuhan | Baca: 3 Yohanes 1:1-10 Ayat Mas: 3 Yohanes 1:8 Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 65-66; 1 Timotius 2 |
Pada masa awal perkembangan kekristenan, di kawasan Asia kecil ada orang-orang yang melayani sebagai penginjil keliling. Itu sebabnya, ketika tiba di suatu tempat asing, mereka selalu perlu tempat bermalam. Namun, saat itu tidak banyak tempat yang dapat dijadikan tempat singgah. Dari situlah muncul kebiasaan di jemaat untuk mengundang para penginjil keliling ke rumah, agar jemaat dapat menyediakan tempat bermalam dan makanan bagi mereka. Rasul Yohanes sangat menghargai pelayanan para anggota jemaat yang setia dan sedia mendukung pelayanan para penginjil keliling dengan cara demikian. Gayus, adalah salah seorang yang melakukan pelayanan ini. Ia setia memberi pelayanan dan dukungan bagi orang-orang yang sama sekali asing dan belum ia kenal—para penginjil keliling itu (ayat 5). Namun, ada juga sosok seperti Diotrefes. Ia menolak para penginjil keliling singgah di rumahnya. Bahkan, menghalangi anggota jemaat lain menerima para penginjil di rumah mereka. Dalam situasi demikian, Yohanes mengatakan bahwa sesungguhnya mereka yang mau menyambut para penginjil keliling, telah mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan (ayat 8). Dengan kata lain, mereka telah menjadi mitra pelayanan—rekan sekerja, yang sama berartinya. Mungkin kita adalah anggota jemaat biasa. Namun, kita dapat mendukung pelayanan para hamba Tuhan lewat hal-hal sederhana. Kita bisa berdoa bagi para hamba Tuhan; bisa juga menyediakan sarana pendukung bagi pelayanan para hamba Tuhan. Dengan demikian, kita telah turut dalam usaha mereka untuk menyebarkan firman Allah. NAMA TUHAN AKAN SEMAKIN LUAS DIWARTAKAN JIKA ANAK-ANAK TUHAN SALING MENJADI MITRA DALAM PELAYANAN | |
Penulis: Sunandar Sirait |
21 November 2010
Mati | Baca: 2 Tawarikh 9:29-31 Ayat Mas: 2 Tawarikh 9:31 Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 62-64; 1 Timotius 1 |
Kuburan tua itu tidak terurus. Beberapa batu batanya sudah copot. Tanaman liar tumbuh tinggi di sekelilingnya. Walau bekas-bekas kemegahannya dulu masih tampak; tiang penyangga berlapis keramik di bagian tengah, juga kayu jati berukir ikan dan ular yang menaungi batu nisan. Di batu nisan itulah tulisan ini tertera: “Hidup ini fana. Demikianlah kiranya ujung dari kehidupan. Pun mereka yang memegang jabatan setinggi langit; menggenggam kekayaan sebanyak pasir di laut.” Konon, itu kuburan seorang pedagang kaya raya yang hidup jauh sebelum zaman kemerdekaan. Begitulah, akhir kehidupan di dunia: kematian. Maka sebetulnya, aneh kalau ada saja orang yang sampai mau mengorbankan apa pun, menghalalkan segala cara, termasuk cara-cara yang kotor dan keji, demi meraih atau mempertahankan jabatan dan kekayaan. Sebab toh pada akhirnya semua itu akan ditinggalkan juga. Tidak akan dibawa mati. Bacaan Alkitab hari ini menceritakan babak terakhir dari kehidupan Salomo, persis setelah perikop sebelumnya memaparkan tentang segala kejayaannya (2 Tawarikh 9:13-28). Dengan urut-urutan perikop demikian, penulis 2 Tawarikh seolah-olah mau mengatakan, betapa pun hebatnya manusia, ia tetap makhluk fana. Di batas akhir hidupnya, yang tinggal hanyalah seonggok kenangan. Pesan untuk kita, jangan dimabukkan oleh jabatan dan jangan lupa diri karena harta kekayaan. Apalagi kalau karena itu, lalu kita mau berbuat apa saja, mengorbankan apa saja. Jangan. Sebab semua itu tidak abadi. Pada akhirnya, cepat atau lambat akan kita tinggalkan JANGAN KARENA UNTUK SESUATU YANG FANA KITA KEHILANGAN YANG KEKAL | |
Penulis: Ayub Yahya | |
20 November 2010
DOA SYAFAAT | Baca: Kejadian 18:23-33 Ayat Mas: Kejadian 19:29 Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 15-18 |
Dalam sebuah pengadilan, peran seorang advokat atau pengacara sangat penting. Pembelaannya di depan hakim akan menentukan nasib sang terdakwa. Bayangkanlah cerita Alkitab hari ini dengan situasi sebuah pengadilan. Kota So-dom dan Gomora duduk di kursi terdakwa; Allah sebagai Hakim; jaksa penuntut diperankan oleh banyak orang yang berkeluh-kesah tentang kedua kota itu; dan Abraham tampil membela pihak tertuduh dengan argumentasinya yang gigih. Dengan keberanian yang mengagumkan, Abraham melakukan tawar-menawar dengan Tuhan tentang jadi atau tidaknya Dia menjatuhkan hukuman atas Sodom dan Gomora. Kesepakatan antara Tuhan dengan Abraham akhirnya diperoleh. Hukuman terhadap Sodom dan Gomora tetap dilaksanakan. Namun, perhatikanlah bahwa Allah menyatakan kemurahan-Nya kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya. Dan, Allah pun menjalankan misi penyelamatan atas Lot dan keluarganya. Mengapa? Karena Dia ingat kepada Abraham! Peristiwa ini sungguh menggetarkan hati. Allah mengingat Lot karena doa yang dinaikkan Abraham. Sebuah lagu pop rohani berkata: Bila kau rasa sepi dan hatimu pun sedih, ingatlah seorang mendoakanmu. Doa syafaat adalah seruan permohonan kepada Tuhan atas nama pihak lain. Tuhan memedulikan doa semacam ini. Abraham berseru kepada Tuhan atas nama Lot, dan Lot pun diselamatkan. Tuhan ingat seruan Abraham. Kita pasti pernah, atau bahkan sedang diberkati karena seseorang mendoakan kita. Namun, sebaliknya, biarlah ada seseorang yang juga diberkati karena Allah ingat akan doa-doa kita untuknya BIARLAH HARI INI SESEORANG MENERIMA JAWABAN ALLAH KARENA TUHAN INGAT SAYA MENDOAKANNYA | |
Penulis: Pipi Agus Dhali |
19 November 2010
Pertengkaran Saudara | Baca: Bilangan 12 Ayat Mas: Amsal 6:16,19 Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 56-58; 2 Tesalonika 2 |
Sebuah peribahasa Vietnam berkata, “Kedekatan saudara sekandung itu seperti kedekatan tangan dengan kaki.” Maka, sebenarnya pihak-pihak itu tak bisa saling melukai, sebab sakitnya akan terasa oleh semua. Selama berpuluh tahun Miryam dan Harun setia menyertai dan mendukung Musa—adik mereka—dalam memimpin bangsa Israel. Namun pada satu titik, mereka iri pada hubungan pribadi Musa yang istimewa dengan Tuhan—bahkan Tuhan berbicara kepadanya muka dengan muka (ayat 8). Hingga Miryam dan Harun tega berkata tajam, “Sungguhkah Tuhan berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?” (ayat 1,2). Dan atas sikap tersebut, Tuhan bertindak. Dia memanggil, menegur mereka, dan menghukum Miryam (ayat 10). Syukurlah mereka segera menyadari kedaulatan Tuhan. Musa dan Harun pun memintakan ampun atas Miryam, supaya ia dipulihkan (ayat 11-13). Hubungan saudara-bersaudara terkadang bisa diwarnai pertengkaran—pada segala usia; dari anak-anak hingga ketika semua sudah sama-sama dewasa bahkan usia lanjut, seperti Musa bersaudara. Topiknya bisa beragam; kasih yang dirasa berbeda dari orangtua, pinjam meminjam uang atau pembagian warisan, perasaan kurang beruntung dibanding yang lain, dan sebagainya. Segala sesuatu bisa terjadi. Maka, izinkan Tuhan terlibat dalam kehidupan kita berkeluarga. Hingga ketika perselisihan terjadi, Tuhan menolong kita melihat keadaan sebenarnya, dan mendapati jalan keluar yang baik bagi semua. Sambil tetap berusaha menjaga hubungan yang rukun, saling percaya dan menerima, serta saling mendoakan. KETIKA SAUDARA-BERSAUDARA TERIKAT OLEH KASIH TUHAN MAKA SELURUH KELUARGA PASTI TERPELIHARA DALAM PERSATUAN | |
Penulis: Agustina Wijayani |
18 November 2010
MEMERIKSA DIRI | Baca: Mazmur 26 Ayat Mas: Mazmur 26:2 Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 29-31 |
Setiap kendaraan; mobil atau sepeda motor, biasanya dilengkapi dengan buku manual untuk mengoperasikan kendaraan tersebut dan buku manual untuk melakukan servis. Ya, supaya kendaraan tetap prima, kita perlu melakukan pera-watan secara berkala. Sayangnya, orang kerap berpikir bahwa kalau tidak ada masalah maka tidak usah ke bengkel. Akibatnya, kendaraan pun jadi cepat rusak. Tubuh kita ibarat kendaraan yang perlu diperiksa secara rutin dan berkala. Kapan terakhir Anda memeriksakan diri ke dokter? Bukan hanya ketika Anda tengah sakit, tetapi juga ketika Anda merasa sehat walafiat, tidak ada masalah yang berarti. Kesibukan sehari-hari, tekanan pekerjaan dan kehidupan, juga usia yang semakin bertambah, mestinya membuat kita mawas diri dengan kesehatan. Sayangnya, kecuali sedang sakit, kerap kali orang enggan memeriksakan diri ke dokter. Entah karena tidak mau repot, malas, atau juga takut. Padahal memeriksakan diri itu penting. Kita jadi bisa tahu makanan apa yang harus dihindari, atau gaya hidup seperti apa yang perlu diubah. Sebab menjaga kesehatan tetap jauh lebih baik daripada menunggu sakit baru diobati. Pemeriksaan diri tidak saja perlu bagi tubuh jasmani, tetapi juga bagi tubuh rohani. Itulah yang dilakukan Daud. Ia berdoa agar Tuhan menguji dan menyelidiki batin serta hatinya. Dengan begitu ia pun dapat mengikis segala kotoran yang ada dalam hati dan pikirannya. Introspeksi dan evaluasi diri secara rutin adalah salah satu cara yang terbaik untuk memeriksa kesehatan tubuh rohani kita MEMERIKSA DIRI MEMBUAT HATI SEHAT, JIWA TERJAGA | |
Penulis: Ayub Yahya |
17 November 2010
Tetap Menjadi Berkat | Baca: Mazmur 92:13-16 Ayat Mas: Mazmur 92:15 Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 50-52; 1 Tesalonika 5 |
Opa Lukas sudah hampir delapan puluh tahun usianya, tetapi masih tampak sangat sehat untuk orang sebayanya. Setiap hari ia selalu jalan pagi atau berenang selama 15-30 menit. Tidak pernah absen ke gereja, kecuali sedang sakit. Aktif di Persekutuan Lansia di gereja. Ramah, murah senyum, suka humor. Pernah ia sakit dan dirawat seminggu di rumah sakit, dan selama ia di situ hampir semua perawat dan dokter di rumah sakit mengenalnya. Ketika sudah cukup kuat berjalan, ia mengunjungi pasien lain, sekadar menyapa dan mendoakan. Kalau ditanya, apa resepnya hingga tetap sehat dan bersemangat, maka jawabnya, “Semua berkat Tuhan. Opa selalu memanjatkan syukur kepada Tuhan.” Sudah lama para ahli sepakat, bahwa ada korelasi yang erat antara hubungan dengan Tuhan dan hidup sehat. Di Inggris pernah dilakukan survei kepada para lansia. Hasilnya, kakek nenek yang hidupnya dekat dengan Tuhan; rajin membaca Alkitab, berdoa dan beribadah, umumnya mereka lebih bisa bersukacita dan bersyukur dalam hidupnya. Secara fisik pun mereka lebih sehat, tidak rewel, dan lebih mampu bersosialisasi. Hal yang sama dikatakan oleh pemazmur dalam bacaan Alkitab hari ini, bahwa orang benar—yaitu mereka yang hidupnya dekat dengan Tuhan (ayat 14), akan bertunas seperti pohon korma dan akan tumbuh subur seperti pohon aras Libanon (ayat 13). Pohon korma adalah pohon yang ketika semakin tua, buahnya semakin manis. Sedang pohon aras Libanon, semakin tua batangnya semakin bagus untuk dibuat mebel. Artinya, mereka akan senantiasa menjadi berkat, bahkan sampai masa tuanya HIDUP DEKAT DENGAN TUHAN SUNGGUH MENYEHATKAN TAK HANYA JIWA, TETAPI JUGA RAGA | |
Penulis: Ayub Yahya |
16 November 2010
Nada Pujian | Baca: Mazmur 150 Ayat Mas: Mazmur 150:6 Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 47-49; 1 Tesalonika 4 |
Jika Anda pernah menonton film Tarzan, Anda pasti ingat salah satu perilaku Tarzan di film tersebut, yaitu bersuara sambil membuat gerakan seperti memukul dada dengan kedua tangannya bergantian. Perilaku ini diadaptasi Tarzan saat ia dibesarkan oleh keluarga gorila di hutan Afrika. Gorila adalah satu di antara empat kera besar langka yang ada di dunia saat ini. Kebiasaan memukul dada, bukan merupakan perilaku yang tanpa makna. Ada yang hendak disampaikan gorila lewat gerak dan bunyi yang ditimbulkan dari perilaku tersebut. Pukulan dengan tempo lambat, tetapi singkat dan menimbulkan bunyi pelan terkadang hanya berarti sapaan, “Hai!” Tempo yang cepat dan panjang sering digunakan untuk menunjukkan eksistensi, kadang juga untuk menarik perhatian lawan jenis. Sedangkan jika dilakukan dengan keras dan menimbulkan suara kuat, bisa berarti ia merasa terusik. Saya senang memperhatikan vokalisasi satwa, terutama ketika mereka berinteraksi di kelompoknya. Saya bersyukur atas setiap nada yang Tuhan beri di alam semesta. Harmoni yang tercipta menunjukkan bahwa Tuhan begitu sempurna mencipta dan memperlengkapi segala yang bernapas dengan kemampuan untuk memuji Dia. Kitab Mazmur diakhiri dengan sebuah ayat pendek: “Biarlah segala yang bernapas memuji Tuhan! Haleluya!” Jika margasatwa dan desau tanaman bisa menyenandungkan nada yang membuat hati bersyukur atas kebesaran Sang Pencipta, apalagi kita sebagai manusia. Bukan hanya melalui nyanyian dalam ibadah, melainkan juga lewat tutur kata dan perbuatan yang mengajak siapa saja ikut mensyukuri keagungan Tuhan. TERIMA KASIH TUHAN UNTUK SETIAP NADA DI ALAM INI BIARLAH SEGALA YANG BERNAPAS SEREMPAK MEMUJI | |
Penulis: G. Sicillia Leiwakabessy |
15 November 2010
Beda Jalan | Baca: Yesaya 55:6-11 Ayat Mas: Yesaya 55:9 Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 45-46; 1 Tesalonika 3 |
Dua anak menemukan sebuah kantong berisi dua belas butir kelereng. Mereka berdebat soal pembagian kelereng itu dan memutuskan untuk mendatangi seorang bapak yang mereka anggap bijak. Ketika diminta menengahi, bapak itu bertanya, mereka mau kelereng itu dibagi menurut keadilan manusia atau keadilan Tuhan. Anak-anak itu menjawab, “Kami mau yang adil. Jadi, bagilah menurut keadilan Tuhan.” Sang bapak pun menghitung kelereng tersebut, lalu memberikan tiga butir kepada salah satu anak, dan sembilan butir kepada anak yang lain. Pertanyaan sang bapak mengingatkan kita bahwa terkadang ada perbedaan besar antara keadilan yang diberikan manusia dan Allah. Jalan Tuhan, pikiran dan rencana-Nya, jauh berbeda dari jalan manusia. Standar kebenaran dan keadilan-Nya juga lain dari standar manusia. Seperti langit dan bumi bedanya—kiasan Yesaya itu masih kita pakai sampai sekarang. Manusia hanya melihat sepotong gambar, Allah melihat gambar itu secara menyeluruh. Manusia hanya mengamati tindakan lahiriah, Tuhan sanggup menilik sampai ke relung hati yang paling dalam. Apa yang dianggap baik oleh Tuhan, bisa jadi malah dianggap jahat oleh manusia. Ketika kita berharap mendapat bagian sama rata, Tuhan membagikan karunia menurut keperluan masing-masing orang. Apa yang kita rasa lamban, bagi Dia indah pada waktunya. Adakah harapan kita yang belum terwujud sampai saat ini? Atau, adakah doa yang sudah sekian lama kita panjatkan, tetapi kita belum kunjung melihat titik terang jawaban-Nya? Mungkin Tuhan bukannya berdiam diri. Bisa jadi Dia justru sedang menjawabnya secara tak terduga: menurut jalan-Nya, bukan menurut jalan kita JANGAN MEMBENGKOKKAN JALAN TUHAN MENURUT KEMAUAN KITA KITALAH YANG HARUS MENUNDUKKAN DIRI MENGIKUTI JALANNYA | |
Penulis: Arie Saptaji |
14 November 2010
Kehilangan Kesempatan | Baca: 2 Samuel 18:33-19:8 Ayat Mas: 2 Samuel 19:7 Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 43-44; 1 Tesalonika 2 |
Patrick Beckert adalah atlet speed skating asal Jerman di Olimpiade Musim Dingin, Februari 2010 di Vancouver, Kanada. Pada babak penyisihan, Beckert hanya berada di posisi ke-4, sehingga gagal masuk ke babak final. Ia begitu kecewa, sehingga memutuskan untuk pergi meninggalkan base camp-nya dan mematikan telepon selularnya. Tidak disangka, Enrico Fabis, atlet Italia pemegang dua medali emas, menarik diri dari pertandingan final karena cedera. Maka, terbukalah peluang untuk Beckert bertanding di babak final. Akan tetapi, karena tidak bisa dihubungi, Beckert pun akhirnya kehilangan kesempatan berharga yang diimpi-impikannya itu. Kesedihan mendalam juga dialami Daud ketika mendengar kabar kematian Absalom, anaknya yang memberontak. Ia sungguh berduka, sehingga ia menarik diri dari tentaranya yang telah berjuang untuknya. Untunglah Yoab mengingatkan Daud tentang apa yang masih dimiliki dan layak disyukurinya (ayat 5,6), sehingga Daud pun tidak terus larut dalam kesedihan dan terhindar dari kehilangan yang lebih besar lagi, yaitu orang-orang yang setia kepadanya (ayat 7,8). Dalam menjalani kehidupan ini, kita pun bisa saja mengalami kekecewaan; ketika harapan tidak terwujud, atau apa yang kita idam-idamkan hilang lenyap. Dalam situasi demikian, yang perlu selalu kita ingat adalah: jangan tenggelam dan berlarut-larut dengan kesedihan. Selain tidak akan menyelesaikan masalah, itu bisa mengundang kehilangan yang lain; mungkin kesempatan berharga, sahabat, atau bahkan kesehatan. Dan yang pasti, kita akan kehilangan rasa syukur atas apa yang ada. Sayang sekali, bukan? KECEWA BERLARUT BISA MENGHANYUTKAN KESEMPATAN DI DEPAN MATA | |
Penulis: Ayub Yahya |
13 November 2010
Doa Hampa | Baca: Lukas 6:12-16 Ayat Mas: Lukas 6:12 Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 41-42; 1 Tesalonika 1 |
Sebuah lagu lama berlirik menegur: Sering kali aku berdoa/hanya karena tak ingin dicela/Namun kini kusadar Tuhan, seharusnya ku datang/Dengan segenap rindu dari lubuk hatiku/Dengan hasrat yang tulus/Karena ku cinta pada-Mu/Tak hanya memikirkan berkat yang Kauberikan/Sungguh hanya karena ku mengasihi-Mu Yesus. Kalau mau jujur, kerap kali yang keluar dari mulut kita adalah doa yang “sekadar berdoa”—doa sebatas menjalankan aktivitas rutin, mengucap kata-kata hafalan tanpa penghayatan, atau sekadar menunaikan kewajiban. Doa hanya karena tak mau dicela orang lain. Bahkan, kadang-kadang juga doa yang terburu-buru. Pokoknya jika sudah berdoa, hati sudah merasa tenang sebab kewajiban sudah terlaksana. Padahal, sejatinya doa tidak seperti itu. Doa harus lebih banyak berisi tentang ungkapan hati dan kasih kepada Tuhan. Dalam bacaan hari ini, Yesus berdoa semalam-malaman, sebab lewat doa, Dia menjalin hubungan dengan Bapa. Melalui doa, Dia mencurahkan isi hati-Nya dan menangkap kehendak Bapa-Nya. Jika doa kita hanya berisi kata-kata yang kosong, maka tak ada bedanya kita berdoa seperti orang Farisi. Mereka berdoa dengan bibirnya, tetapi sebenarnya hatinya jauh dari Tuhan (Matius 7:6). Doa bukan agar dipuji orang, tetapi agar hati terarah kepada Allah. Doa bukan kewajiban, tetapi doa harus merupakan sebuah kerinduan. Jika doa hanya dilakukan karena motivasi-motivasi dangkal semacam ini, maka akan lahir doa-doa yang hampa. Namun, jika sebuah doa lahir karena kerinduan, maka itulah yang mengetuk hati Tuhan TUHAN TAK PERNAH LUPUT MEMPERHATIKAN DOA SEDERHANA YANG DINAIKKAN DARI HATI YANG MENGASIHI-NYA | |
Penulis: Petrus Kwik |
12 November 2010
Sakit Hati | Baca: Nehemia 4:1-6 Ayat Mas: Nehemia 4:1 Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 39-40; Kolose 4 |
Orang sulit. Begitulah julukan bagi orang yang mudah tersinggung. Ia sering merasa diejek atau dihina, padahal orang lain tidak bermaksud apa-apa. Ketika kita berbisik-bisik, ia mengira kita membicarakannya. Saat lupa mengucapkan salam atau terlambat membalas SMS, ia pikir kita memusuhinya. Ia bagai kentang berkulit tipis. Sedikit saja tergores, sudah merasa sakit hati. Sanbalat, Gubernur Samaria (Israel Utara), berambisi menguasai Israel Selatan, termasuk kota Yerusalem. Melihat Nehemia pulang dari pembuangan dan memimpin pembangunan tembok Yerusalem, ia tersinggung. Sakit hati. Dikiranya Nehemia ingin menarik simpati rakyat. Tebar pesona. Sanbalat merasa popularitasnya terancam, padahal Nehemia sama sekali tidak punya itikad buruk. Ia membangun tembok hanya sebagai wujud bakti kepada Tuhan dan bangsanya. Karena hatinya terluka, Sanbalat berusaha balas melukai hati Nehemia. Ia mengejek. Mengolok-olok. Mengeluarkan pernyataan sinis agar para pekerja patah semangat. Upaya itu tidak mempan, sebab Nehemia tidak membiarkan dirinya dikuasai sakit hati. Perkara itu ia serahkan kepada Tuhan, lalu ia pun kembali bekerja. Apakah Anda cepat tersinggung? Sering salah paham? Rasa sakit hati bisa membuat Anda bersikap membela diri. Ingin balas melukai, padahal belum tentu orang tersebut bermaksud buruk kepada Anda. Orang yang cepat tersinggung akan dijauhi orang! Belajarlah dari Nehemia. Sakit hati tak perlu dibalas dengan menyakiti hati orang, yang terbaik hanyalah dengan mencurahkan isi hati kepada Tuhan. ORANG YANG HATINYA CEPAT TERLUKA TANPA SADAR KERAP MELUKAI HATI ORANG LAIN JUGA | |
Penulis: Juswantori Ichwan |
11 November 2010
Ku Tak Kan Menyerah | Baca: Mazmur 28:6-9 Ayat Mas: Mazmur 28:7 Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 37-38; Kolose 3 |
Suatu hari saya mengamati sebuah pohon. Daunnya hijau, segar. Daun-daun itu bertumbuh: makin lebar, makin panjang, makin tua. Ada yang mengilap, ada yang berlubang, tetapi masih terus bertumbuh. Pengamatan ini ternyata sangat bermakna bagi saya. Bukankah hidup iman kita mirip daun-daun itu? Selama kita melekat kepada Kristus, kita bagai daun yang bertumbuh dan mendapat makanan dari pohonnya. Namun, apabila kita menjauh dari-Nya, maka kita bagai daun yang dipetik lepas dari pohon. Mungkin masih terlihat hijau, tetapi sudah tak ada pertumbuhan, dan tak lama lagi akan mati. Daud, meskipun beberapa kali mengalami kegagalan dalam hidupnya, tetap berusaha untuk kembali melekat kepada Tuhan. Ketika ia harus menghadapi pengalaman yang berat dan sulit, salah satunya saat ia dikejar-kejar Saul dan pasukannya, Daud mengungkap bahwa kekuatan sejatinya ialah Tuhan (ayat 7). Ia mengaku bahwa tanpa Tuhan, ia tidak akan kuat menanggung persoalan-persoalan di hadapannya. Daud tidak memiliki banyak senjata, tetapi Tuhanlah yang menjadi perisainya. Tanpa Tuhan, tidak ada yang sanggup melindunginya dari serangan musuh. Daud terus berjuang. Dan, ia tidak menyerah sebab ia tahu kekuatannya ada pada Tuhan (ayat 8). Bagaimana dengan kita? Apabila ada persoalan berat di depan kita, apa yang menjadi kekuatan atau senjata kita? Apabila akhirnya kekayaan, kesehatan, kedudukan, kemampuan istimewa, dan hal-hal lain yang terbatas tak lagi mampu menolong kita, jangan menyerah. Selama kita terus melekat pada Kristus, Dia ada dan patut kita andalkan KRISTUS MENEBUS KITA DENGAN MENCUCURKAN DARAH AGAR KITA TAK MENJADI ORANG YANG MUDAH MENYERAH | |
Penulis: Helen Aramada Setyoputri |
Langganan:
Postingan (Atom)